Cara Menentukan Karier yang Cocok: Bukan Cuma Ikut Tren

Table of Contents

“Kerja yang penting cuan.”

“Yang penting bisa kerja remote.”

“Asal title-nya keren, gak apa-apa capek.”

Pernah dengar kalimat seperti itu? Atau justru kamu yang pernah mengucapkannya?

Dalam dunia kerja yang makin cepat berubah, banyak orang, terutama fresh graduate dan early jobber, terbawa arus tren karier yang lagi ramai. Mulai dari tech startup, digital marketing, UI/UX, sampai content creator. Sayangnya, tidak semua tren cocok dengan semua orang. Dan ketika pekerjaan yang kita pilih cuma berdasarkan “kelihatannya seru” atau “lagi rame”, yang muncul kemudian bisa jadi rasa kosong, stres, atau kehilangan arah.

Lantas, bagaimana cara menentukan karier yang benar-benar cocok buat diri sendiri? Mari kita bahas pelan-pelan.

Cara Menentukan Karier
Cara Menentukan Karier

Kenapa “Ikut Tren” Saja Tidak Cukup?

Tren bisa memberi inspirasi, tapi tidak seharusnya jadi satu-satunya kompas. Berikut alasan kenapa mengikuti tren tanpa mengenali diri bisa jadi jebakan:

  • Tidak semua orang cocok dengan gaya kerja tertentu. Remote work misalnya, terdengar fleksibel, tapi bisa jadi menyiksa bagi yang butuh interaksi langsung.
  • Passion tidak selalu ditemukan di tempat ramai. Banyak orang menemukan kebahagiaan kerja di tempat yang justru jarang diekspos di media sosial.
  • Tren cepat berubah. Dulu orang berlomba-lomba jadi wartawan, lalu pindah ke digital marketing, kini ramai belajar AI dan data science. Apakah kita harus selalu ikut?

Karier yang cocok adalah karier yang sesuai dengan nilai, ritme hidup, dan kekuatanmu. Bukan cuma yang terlihat menarik di luar.

Langkah-Langkah Menentukan Karier yang Cocok

Tidak ada rumus pasti, tapi ada beberapa pendekatan yang bisa membantu kamu mengenali arah karier dengan lebih personal dan realistis.

1. Kenali Diri Lewat Refleksi

Sebelum melihat keluar, lihat dulu ke dalam.

  • Apa aktivitas yang membuatmu lupa waktu?
  • Dalam situasi seperti apa kamu merasa paling percaya diri?
  • Topik apa yang kamu sering riset atau bicarakan, bahkan tanpa disuruh?

Coba jawab pertanyaan-pertanyaan itu dalam jurnal atau catatan mingguan. Refleksi yang rutin akan membantu kamu menemukan pola minat yang konsisten.

2. Coba Tes Kepribadian dan Minat Karier (Dengan Bijak)

Tes seperti MBTI, 16Personalities, atau Strong Interest Inventory bisa membantu sebagai awal. Tapi ingat: gunakan sebagai alat bantu, bukan keputusan final.

Kamu bisa coba tes minat karier dari JobStreet atau Prakerja untuk tambahan perspektif.

Gunakan hasilnya untuk eksplorasi opsi, bukan membatasi pilihan.

3. Cari Titik Temu: Minat, Skill, dan Nilai Hidup

Bayangkan tiga lingkaran besar:

  • Minat: Hal yang kamu suka
  • Skill: Hal yang kamu kuasai atau bisa pelajari
  • Nilai: Hal yang kamu anggap penting dalam hidup

Karier ideal biasanya ada di titik tengah pertemuan tiga hal ini. Contoh:

  • Suka menulis (minat)
  • Punya skill storytelling dan riset (skill)
  • Ingin berdampak di bidang edukasi (nilai)

Mungkin kamu cocok jadi content strategist di sektor pendidikan, atau scriptwriter untuk platform belajar online.

4. Validasi Lewat Eksperimen Kecil

Jangan tunggu "panggilan hati" yang besar. Mulailah dari eksperimen kecil:

  • Ikut kursus online
  • Magang atau freelance pendek
  • Ikut komunitas yang relevan
  • Buat proyek pribadi (blog, video, desain, dsb.)

Lewat mencoba, kamu akan mendapatkan data diri — mana yang bikin kamu berkembang, mana yang bikin kamu stuck.

Hindari Ilusi “Karier Ideal”

Banyak orang terjebak dalam ilusi bahwa akan ada satu pekerjaan yang langsung klik, gaji bagus, lingkungan suportif, dan sesuai passion. Padahal kenyataannya:

  1. Kadang kita mulai dari pekerjaan yang biasa-biasa saja, lalu berkembang.
  2. Karier itu bisa dibentuk, bukan dicari.
  3. Tidak semua pekerjaan harus “mewakili” identitas kita.

"Find a job you love, and you’ll never work a day in your life” — kalimat ini sering terdengar, tapi justru bisa bikin tekanan mental kalau kamu belum menemukannya. Yang penting bukan "job yang sempurna", tapi "progres ke arah yang kamu hargai."

Cerita Singkat: Ketika Salah Langkah Justru Jadi Petunjuk

Nia, lulusan jurusan arsitektur, sempat kerja 2 tahun di konsultan desain. Tapi setiap hari dia merasa lelah, bukan karena workload, tapi karena merasa tidak cocok. Suatu hari, dia bantu temannya bikin presentasi branding dan justru merasa hidup kembali.

Akhirnya Nia banting setir jadi graphic designer freelance, lalu masuk ke agency branding. Kini, ia menyadari bahwa keterampilannya mendesain tetap berguna hanya saja konteksnya yang berbeda.

Salah langkah bukan akhir jalan. Kadang itu pintu ke jalur yang lebih cocok.

Penutup: Jangan Takut Lambat, Tapi Jangan Berhenti

Menentukan karier yang cocok itu proses, bukan keputusan semalam. Kamu bisa mulai dengan langkah kecil: refleksi, eksplorasi, eksperimen.

Tidak apa-apa kalau kamu masih belum yakin sekarang. Yang penting, kamu terus bergerak walau pelan.

Dan kalau kamu sudah mulai tahu arahmu, pertanyaan berikutnya mungkin muncul: Setelah tahu mana yang cocok, lebih baik pilih yang sesuai passion, atau yang gajinya besar?

Itu dilema umum yang akan kita bahas di artikel berikutnya.